Bengkulu, jendelarakyat.com – Pemerintah provinsi (Pemprov) Bengkulu agar segera merealisasikan penyertaan modal bagi PT Bimex (Perseroda). Terlebih penyertaan modal terhadap salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov ini telah teralokasikan dalam APBD Tahun Anggaran 2022, namun hingga sekarang belum juga direalisasikan.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Bengkulu Jonaidi SP, MM, mengatakan, dari rapat yang dilakukan pihaknya dengan mengundang BPKD, Biro Perekonomian dan SDA, Biro Hukum, serta PT. Bimex, salah satu poin pembahasan terkait penyertaan modal tersebut. Mengingat Karena sepengetahuan pihak legislatif, Bimex yang dulunya berstatus Perusahaan Daerah (PD) saat ini sudah menjadi Perseroda.
Bahkan saat ini Bimex juga sudah melakukan aktifitas dengan menggunakan permodalan saat masih berstatus PD. “Ketika sudah berstatus Perseroda, Bimex harus diberikan penyertaan modal dari Pemprov selaku pemegang saham. Dimana dalam notaris ketika Bimex berstatus Perseroda, disertakan modal Rp 3,9 miliar. Faktanya yang ada cuma Rp 1,15 miliar dari aset lama Bimex. Sedangkan Rp 2,75 miliar belum dicairkan atau direalisasikan Pemprov. Padahal dalam APBD tahun ini sudah dianggarkan, sehingga kita pertanyakan keseriusan Pemprov, karena setoran modal saja sampai dengan saat ini belum diserahkan ke Bimex,” jelasnya pada Senin, (22/08/2022).
Selain itu dikatakannya, dalam Perda tentang perubahan status Bimex juga sudah jelas, bahwa Pemprov harus memenuhi total penyertaan modal untuk Bimex Rp 11 miliar, diawal wajib disetorkan 25 persen dari total tersebut. “Dari rapat juga sudah adakesepakatan akan segera direalisasikan, dengan catatan Bimex menyelesaikan dua dokumen lagi, yakni review bisnis plannya dan rencana penggunaan penyertaan modal Rp 2,75 miliar dimaksud,” ujar Jonaidi.
Sementara itu, Direktur PT. Bimex (Perseroda), Handiro Efriawan menyampaikan, dalam pertemuan dengan pihak legislaif telah memberikan penjelasan, kendala dan hambatan hingga belum terealisasi. Padahal realisasi penyertaan modal itu tertuang pada Perda No 02 tahun 2021, dengan totalnya sebesar Rp 11 miliar, dan pada saat pendirian perusahaan menjadi PT sebesar 25 persen dari total. “Secara regulasi tidak ada masalah, walaupun ada beberapa catatan yang sebenarnya tidak termasuk subtansi. Tapi kita meyakini semuanya tinggal proses pencairan saja lagi, dan kitapun menjadikan hal ini sebagai bentuk kehati-hatian mengingat yang dikelola nanti merupakan uang negara,” tukasnya, (ADV)